Pengertian dan Tujuan Organisasi.
Organisasi adalah wadah yang
memungkinkan masyarakat dapat meraih hasil yang sebelumnya tidak dapat
dicapai oleh individu secara sendiri-sendiri. Menurut Mithzal (2009)
"organisasi merupakan suatu unit terkoordinasi yang terdiri setidaknya
dua orang, berfungsi mencapai satu sasaran tertentu atau serangkaian
sasaran". Sedangkan menurut Wiber (1968) adalah struktur birokrasi ,
menurut Sutarto (1995) "organisasi sebagai kumpulan orang, proses pembagian
kerja dan system kerjasama atau system social". Jones (1995)
mendefinisikan organisasi sebagai respons terhadap makna nilai-nilai kreatif
untuk memuaskan kebutuhan manusia. Akhirnya menurut Barnard (anonym, 2000)
adalah suatu system aktivitas yang dikoordinasikan secara sadar oleh dua
orang atau lebih sekalipun para ahli manajemen memberikan definisi
berbeda-beda tentang organisasi, namun sedang tujuan organisasi antara lain :
1. Mengatasi
terbatasnya kemampuan, kemandirian dan sumber daya yang dimilikinya dalam
mencapai tujuan.
2.
Mencapai tujuan secara lebih efektif dan efesien karena dilakukan
bersama-sama.
3.
Mengembangkan sumber daya dan tekhnologi bersama-sama.
4.
Wadah mendapatkan jabatan dan pembagian kerja.
5.
Wadah mengelola lingkungan bersama-sama.
6.
Wadah mencari keuntungan bersama-sama.
7.
Wadah menggunakan kekuasaan dan pengawasan (motif kekuasaan).
8.
Wadah mendapatkan penghargaan (motif penghargaan)
9.
Wadah menambah pergaulan.
10. Wadah memanfaatkan waktu
luang.
Fungsi
dan Kendala Perwujudan Budaya Organisasi
Jika
ada program pemerintah yang mengalami hambatan biasanya yang dijadikan
kambing hitam adalah budaya. Dikatakan nilai-nilai yang menjadi muatan
program belum membudaya. Atau budaya masyarakat yang ada dianggap sulit
berubah. Jika ada nilai baru yang penerapannya memerlukan perubahan dan
perubahan itu oleh penguasa dianggap dapat merugikan kepentingannya, maka
yang dijadikan dasar penolakan terhadap nilai itu adalah budaya, dan lain
sebagainya. Demikain halnya, dalam suatu lembaga
pendidikan, banyak program yang kurang terlaksana dengan baik karena belum
adanya budaya yang kondusif. Cita-cita lembaga pendidikan untuk mewujudkan
civitasnya sebagai masyarakat pembelajar (learning society) kurang
berhasil karena belum adanya budaya gemar membaca di kalangan civitasnya.
Riset
mengenai budaya organisasi telah berupaya mengukur bagaimana anggota
(civitas) memandang organisasinya, "apakah organisasi itu mendorong
terwujudnya kerja tim? apakah organisasi ini menimbulkan komitmen? apakah
organisasi ini melimpahkan prakarsa? dan sebagainya".
Setidaknya,
riset yang dilakukan oleh Robbins dapat menjelaskan berbagai persoalan di
atas. Menurutnya, budaya organisasi memiliki beberapa fungsi berikut :
1.
Budaya mempunyai suatu peran menempatkan tapal batas; artinya budaya
menciptakan pembedaan yang jelas antara satu organisasi dan jangkauannya.
2.
Budaya membawa satu rasa identitas bagi anggota-anggota organisasi.
3.
Budaya mempermudah timbulnya komitmen pada suatu yang lebih luas dari pada
kepentingan-kepentingan dari individual seseorang.
4.
Budaya itu meningkatkan kemantapan sistem sosial. Budaya merupakan perekat
social yang membantu mempersatuakan organisasi itu dengan memberikan
standar-standar yang tepat untuk apa yang harus dikatakan dan dilakukan oleh
para anggota.
5.
Akhirnya budaya berfungsi sebagai mekanisme pembuat makna dan kendali yang
memadu dan membentuk sikap serta perilaku anggotanya.
Namun
kita tidak boleh mengabaikan aspek budaya yang secara potensial bersifat
dwifungsional, dalam artian disamping memiliki fungsi positif, kadang suatu
budaya yang telah mengakar kuat menimbulkan efek yang negatif antara lain :
1.
Penghalang terhadap suatu perubahan
Budaya
terasa sebagai suatu beban, bilamana nilai-nilai yang ada tidak lagi cocok
dengan nilai-nilai yang akan meningkatkan keefektifan suatu organisasi itu.
Ini paling mungkin terjadi bila lingkungan organisasi kita dinamis, bila
bangunan itu mengalami perubahan yang cepat, budaya yang telah berakar dari
organisasi itu mungkin tidak lagi tepat.
2.
Penghalang terhadap keanekaragaman
Budaya
yang kuat menyebabkan tekanan yang cukup besar pada para anggota untuk
menyesuaikan diri (conform). Mereka membatasi rentang nilai dan
tatanan yang dapat diterima. Padahal organisasi-organisasi memperlihatkan
individu yang beraneka ragam, karena kekuatan alternatif yang dibawa mereka
ke tempat kerja. Oleh karena itu, budaya yang kuat dapat merupakan beban (liabilitas)
bila budaya itu dengan efektif menyingkirkan berbagai kekuatan unik
tersebut.
3.
Penghalang terhadap afiliasi
Budaya
yang kuat akan menjadi karakteristik suatu organisasi. Bila tidak terdapat
kecocokan (kompatibilitas) antar organisasi suatu dengan yang lainnya, maka
biasanya sulit untuk mengadakan kerja sama.
Departemen
Pendidikan dan Kebudayaan, Kamus Besar Bahasa Indonesia, Jakarta : PT.
Balai Pustaka, 1991, hal : 149.
Soekarto Indrafachrudi, Bagaimana Mengakrabkan Sekolah
dengan Orang Tua Murid dan Masyarakat, Malang, IKIP Malang, 1994, hal :
20.
Anthony-Darden-Bedford, Sistem Pengendalian Manajemen, Jilid
1, Jakarta, Bina Rupa Aksara, 1992, hal : 67.
Stephen P. Robbins, Jilid 2, Op-cit, hal : 289.
Lihat dalam Taliziduhuh Ndraha, Budaya Organisasi, Jakarta,
Rineka Cipta, 1997, hal : 04.
Stephen P. Robbins, Jilid 2, Op-cit, hal : 290-291.
Stephen P. Robbins, Jilid 2, Op-cit, hal : 295-296.
|
Tidak ada komentar:
Posting Komentar