Jumat, 16 November 2012

organisasi


Pengertian dan Tujuan Organisasi.
Organisasi adalah wadah yang memungkinkan masyarakat dapat meraih hasil yang sebelumnya tidak dapat dicapai oleh individu secara sendiri-sendiri. Menurut Mithzal (2009) "organisasi merupakan suatu unit terkoordinasi yang terdiri setidaknya dua orang, berfungsi mencapai satu sasaran tertentu atau serangkaian sasaran". Sedangkan menurut Wiber (1968) adalah struktur birokrasi , menurut Sutarto (1995) "organisasi sebagai kumpulan orang, proses pembagian kerja dan system kerjasama atau system social". Jones (1995) mendefinisikan organisasi sebagai respons terhadap makna nilai-nilai kreatif untuk memuaskan kebutuhan manusia. Akhirnya menurut Barnard (anonym, 2000) adalah suatu system aktivitas yang dikoordinasikan secara sadar oleh dua orang atau lebih sekalipun para ahli manajemen memberikan definisi berbeda-beda tentang organisasi, namun sedang tujuan organisasi antara lain :
1.   Mengatasi terbatasnya kemampuan, kemandirian dan sumber daya yang dimilikinya dalam mencapai tujuan.
2.      Mencapai tujuan secara lebih efektif dan efesien karena dilakukan bersama-sama.
3.      Mengembangkan sumber daya dan tekhnologi bersama-sama.
4.      Wadah mendapatkan jabatan dan pembagian kerja.
5.      Wadah mengelola lingkungan bersama-sama.
6.      Wadah mencari keuntungan bersama-sama.
7.      Wadah menggunakan kekuasaan dan pengawasan (motif kekuasaan).
8.      Wadah mendapatkan penghargaan (motif penghargaan)
9.      Wadah menambah pergaulan.
10.  Wadah memanfaatkan waktu luang.
Fungsi dan Kendala Perwujudan Budaya Organisasi
Jika ada program pemerintah yang mengalami hambatan biasanya yang dijadikan kambing hitam adalah budaya. Dikatakan nilai-nilai yang menjadi muatan program belum membudaya. Atau budaya masyarakat yang ada dianggap sulit berubah. Jika ada nilai baru yang penerapannya memerlukan perubahan dan perubahan itu oleh penguasa dianggap dapat merugikan kepentingannya, maka yang dijadikan dasar penolakan terhadap nilai itu adalah budaya, dan lain sebagainya. Demikain halnya, dalam suatu lembaga pendidikan, banyak program yang kurang terlaksana dengan baik karena belum adanya budaya yang kondusif. Cita-cita lembaga pendidikan untuk mewujudkan civitasnya sebagai masyarakat pembelajar (learning society) kurang berhasil karena belum adanya budaya gemar membaca di kalangan civitasnya.
Riset mengenai budaya organisasi telah berupaya mengukur bagaimana anggota (civitas) memandang organisasinya, "apakah organisasi itu mendorong terwujudnya kerja tim? apakah organisasi ini menimbulkan komitmen? apakah organisasi ini melimpahkan prakarsa? dan sebagainya".
Setidaknya, riset yang dilakukan oleh Robbins dapat menjelaskan berbagai persoalan di atas. Menurutnya, budaya organisasi memiliki beberapa fungsi berikut :
1.        Budaya mempunyai suatu peran menempatkan tapal batas; artinya budaya menciptakan pembedaan yang jelas antara satu organisasi dan jangkauannya.
2.        Budaya membawa satu rasa identitas bagi anggota-anggota organisasi.
3.        Budaya mempermudah timbulnya komitmen pada suatu yang lebih luas dari pada kepentingan-kepentingan dari individual seseorang.
4.        Budaya itu meningkatkan kemantapan sistem sosial. Budaya merupakan perekat social yang membantu mempersatuakan organisasi itu dengan memberikan standar-standar yang tepat untuk apa yang harus dikatakan dan dilakukan oleh para anggota.
5.        Akhirnya budaya berfungsi sebagai mekanisme pembuat makna dan kendali yang memadu dan membentuk sikap serta perilaku anggotanya.
Namun kita tidak boleh mengabaikan aspek budaya yang secara potensial bersifat dwifungsional, dalam artian disamping memiliki fungsi positif, kadang suatu budaya yang telah mengakar kuat menimbulkan efek yang negatif antara lain :
1.      Penghalang terhadap suatu perubahan
Budaya terasa sebagai suatu beban, bilamana nilai-nilai yang ada tidak lagi cocok dengan nilai-nilai yang akan meningkatkan keefektifan suatu organisasi itu. Ini paling mungkin terjadi bila lingkungan organisasi kita dinamis, bila bangunan itu mengalami perubahan yang cepat, budaya yang telah berakar dari organisasi itu mungkin tidak lagi tepat.
2.      Penghalang terhadap keanekaragaman
Budaya yang kuat menyebabkan tekanan yang cukup besar pada para anggota untuk menyesuaikan diri (conform). Mereka membatasi rentang nilai dan tatanan yang dapat diterima. Padahal organisasi-organisasi memperlihatkan individu yang beraneka ragam, karena kekuatan alternatif yang dibawa mereka ke tempat kerja. Oleh karena itu, budaya yang kuat dapat merupakan beban (liabilitas) bila budaya itu dengan efektif menyingkirkan berbagai kekuatan unik tersebut.
3.      Penghalang terhadap afiliasi
Budaya yang kuat akan menjadi karakteristik suatu organisasi. Bila tidak terdapat kecocokan (kompatibilitas) antar organisasi suatu dengan yang lainnya, maka biasanya sulit untuk mengadakan kerja sama.

Departemen Pendidikan dan Kebudayaan, Kamus Besar Bahasa Indonesia, Jakarta : PT. Balai Pustaka, 1991, hal : 149.
Soekarto Indrafachrudi, Bagaimana Mengakrabkan Sekolah dengan Orang Tua Murid dan Masyarakat, Malang, IKIP Malang, 1994, hal : 20.
Anthony-Darden-Bedford, Sistem Pengendalian Manajemen, Jilid 1, Jakarta, Bina Rupa Aksara, 1992, hal : 67.
Stephen P. Robbins, Jilid 2, Op-cit, hal : 289.
Lihat dalam Taliziduhuh Ndraha, Budaya Organisasi, Jakarta, Rineka Cipta, 1997, hal : 04.
Ibid, hal : 42.
Stephen P. Robbins, Jilid 2, Op-cit, hal : 290-291.
Stephen P. Robbins, Jilid 2, Op-cit, hal : 295-296.

Tidak ada komentar:

Posting Komentar